Minggu, 04 Januari 2015

Air Hujan : Bisakah Menjadi Solusi Kebutuhan Air Minum Sehat

Air merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi
kehidupan manusia. Karena itu jika kebutuhan
akan air tersebut belum tercukupi maka dapat
memberikan dampak yang besar terhadap
kerawanan kesehatan maupun sosial. Pengadaan
air bersih di Indonesia khususnya untuk skala yang
besar masih terpusat di daerah perkotaan, dan
dikelola oleh Perusahan Air Minum (PAM) kota
yang bersangkutan. Namun demikian secara
nasional jumlahnya masih belum mencukupi dan
dapat dikatakan relatif kecil yakni
10,77 % (Supas
-1985). Untuk daerah yang belum mendapatkan
pelayanan air bersih dari PAM umumnya mereka
menggunakan air tanah (sumur), air sungai, air
hujan, air sumber (mata air) dan lainnya.
Dari hasil survey penduduk antar sensus (SUPAS)
1985, prosentasi banyaknya rumah tangga dan
sumber air minum yang digunakan di berbagai
daerah di Indonesia sangat bervariasi tergantung
dari kondisi geografisnya. Secara nasional yakni
sebagai berikut : Yang menggunakan air leding
10,77 %, air tanah dengan memakai pompa 7,85 %,
air sumur (perigi) 53,78 %, mata air (air sumber)
15,70 %, air sungai 8,54 %, air hujan 1,64 % dan
lainnya 1,71 %.
Permasalahan yang timbul yakni sering dijumpai
bahwa kulaitas air tanah maupun air sungai yang
digunakan masyarakat kurang memenuhi syarat
sebagai air minum yang sehat bahkan di beberapa
tempat bahkan tidak layak untuk diminum. Air
yang layak diminum, mempunyai standar
persyaratan tertentu yakni persyaratan fisis,
kimiawi dan bakteriologis, dan syarat tersebut
merupakan satu kesatuan. Jadi jika ada satu saja
parameter yang tidak memenuhi syarat maka air
tesebut tidak layak untuk diminum. Standar
kualitas air minum menurut Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No.20 Tahun 1990 ditunjukkan
seperti pada Tabel I.3). Pemakaian air minum
yang tidak memenuhi standar kualitas tersebut
dapat menimbulkan gangguan kesehatan, baik
secara langsung dan cepat maupun tidak langsung
dan secara perlahan.
Air tanah sering mengandung zat besi (Fe) dan
Mangan (Mn) cukup besar. Adanya kandungan Fe
dan Mn dalam air menyebabkan warna air
tersebut berubah menjadi kuning-coklat setelah
beberapa saat kontak dengan udara. Disamping
dapat mengganggu kesehatan juga menimbulkan
bau yang kurang enak serta menyebabkan warna
kuning pada diding bak serta bercak-bercak kuning
pada pakaian. Oleh karena itu menurut PP No.20
Tahun 1990 tersebut, kadar (Fe) dalam air minum
maksimum yang dibolehkan adalah 0,3 mg/lt, dan
kadar Mangan (Mn) dalam air minum yang
dibolehkan adalah 0,1 mg/lt.
Di negara maju seperti Amerika dan Jepang,
peraturan standar kualitas air minumnya lebih
ketat lagi. Total kandungan besi dan mangan
dalam air minum maksimum yang diperbolehkan
adalah 0,3 mg/lt. Untuk menanggulangi masalah
tersebut, perlu dilakukan upaya penyediaan sistem
alat pengolah air skala rumah tangga yang dapat
menghilangkan atau mengurangi kandungan besi
dan mangan yang terdapat dalam air air sumur
atau tanah. Salah satu cara untuk meningkatkan
kualitas air tanah yakni dengan menggunakan
filter dengan media mangan zeolit dan karbon
aktif.
Rata-rata curah hujan Indonesia di atas 2 meter
per tahun. Yang artinya kalau semua air hujan
yang turun tidak mengalir ke mana-mana, tidak
meresap dan tidak menguap maka Indonesia
terendam setinggi 2 meter. Jumlah yang terlalu
banyak, sehingga malah menimbulkan keluhan.
Kita senang di hari-hari pertama musim hujan, lalu
mengeluh di hari-hari berikutnya dan sangat lega
ketika musim hujan akhirnya benar-benar pergi.
Sekali lagi, karena kita menganggap hujan turun
melampaui kebutuhan sehari-hari kita.
Di banyak tempat, dalam situasi banjir dan tanah
longsor, sumber air tawar yang paling utama
adalah air hujan. Bahkan untuk beberapa daerah
beriklim kering di Indonesia, air hujan menjadi
satu-satunya sumber air sepanjang tahun.
Tapi untuk daerah yang berlimpah air bersih, air
hujan kurang mendapatkan tempat, bahkan
imejnya buruk. Ini hanya gara-gara ada anak kena
flu sehabis kehujanan, atau kena diare sehabis
minum air hujan. Air hujan dituduh sebagai
biangnya.
Dan karena Indonesia berkelimpahan air tanah,
kita lebih sering mendengarkan cerita buruk
tentang air hujan. Beda dengan wilayah beriklim
kering seperti Afrika, Australia Utara atau di
Pakistan, di mana air hujan sangat dihargai.
Sumber : akun fb Aryanto Phan

Tidak ada komentar: