Minggu, 04 Januari 2015

Kandungan Kimia Air Hujan

Kandungan zat kimia dalam air hujan
Utamanya H2O, mencapai 99.9 persen massa.
Sisanya bisa bermacam-macam, dari asam
sulfat, asam nitrat, dan senyawa asam lainnya
yang bisa berasal dari industri atau gunung
berapi. Bisa juga karbon dalam bentuk abu
ringan (fly ash) yang berasal dari industri atau
gunung berapi. Bisa juga silika, yang
merupakan debu yang berasal dari gurun
seperti gurun sahara. Jadi, banyak faktor yang
mempengaruhi, terutama lokasi kejadian hujan
dan arah angin.
Mengapa bisa ada silika dan fly ash? Umumnya
keduanya adalah debu yang mengikat molekul-
molekul air sehingga terjadi hujan. Ingat, hujan
berasal dari proses presipitasi, bukan
pengembunan. Presipitasi adalah proses
pengikatan banyak molekul-molekul di
permukaan molekul lain sehingga terbentuk
molekul yang dipusatnya terdapat molekul
asing. Fenomena ini juga sudah dipelajari dan
terjadi di dalam freezer kamu (jika punya
freezer).
Jika hujan terjadi di lingkungan yang bersih,
massa pengotor itu terlampau sedikit, biasanya
tidak berpengaruh pada lingkungan. Akan
menjadi masalah jika pengotor tertentu (seperti
senyawa asam), terdapat dalam jumlah besar.
Silika tidak pernah berada dalam jumlah besar
di hujan, namun fly ash masih mungkin.
Untuk mengetahui hal tersebut, kamu bisa
mengukur pH air hujan yang jatuh di daerah
kamu. Jika pHnya rendah, maka banyak
senyawa asam yang terlibat. Dan saya kira
saat ini akan sulit sekali mencari air hujan
dengan pH tepat 7.0, di mana itu adalah pH air
murni. Fly ash sulit dideteksi karena mudah
larut.

Air hujan itu bersih dan murni:
Dalam siklus air, semua air permukaan dimurnikan
oleh proses penguapan yang kemudian
membentuk awan, terkondensasi dan turun
sebagai hujan. Harusnya tidak ada perdebatan,
bahwa air hujan adalah air yang paling bersih dan
paling murni. Paling bersih dalam artian, bebas
mikroorganisme pathogen; paling murni dalam
artian bebas partikel terlarut.
Salah satu ukuran kemurnian air adalah TDS (total
dissolved solids= total padatan terlarut) dalam
ppm (parts per million). Makin sedikit nilai TDS,
makin tinggi kemurniannya. Misalnya air laut
30.000 ppm, air sungai 500-1.000 ppm, air
kemasan 10-120 ppm, dan air hujan 3-20 mg/L. Air
hujan memiliki partikel terlarut paling sedikit.
Sebuah kelebihan sekaligus kekurangan.
Walaupun bersih, tetapi dalam perjalanan dari
awan hingga ke tanah, mungkin saja air hujan
tercemar misalnya karena jatuh ke atap rumah
yang kotor,atap rumah mungkin saja tercemar
kotoran burung atau bangkai serangga dan atap
asbes bisa melarut. Atau mungkin ditampung
dalam wadah yg kotor dan penyimpanannya tidak
ditutup. Yang paling sering, kualitas air hujan
menurun karena tercemarnya udara di lokasi
turunnya hujan. Itu sebabnya air hujan di daerah
pedesaan jauh lebih bersih dari daerah perkotaan
yang banyak industrinya.
Jadi masalah bersih dan higienisnya air hujan
sebagian besar tergantung pada kondisi di atas.
Kalau hal-hal tersebut beres, maka air hujan aman
dipakai sebagaimana air tawar lainnya.

Rasa hambar air hujan:
Air bisa berbeda rasa karena adanya mineral yang
berbeda, baik jenis maupun jumlah. Padahal air
hujan tidak mengandung mineral. Lidah tiap orang
sudah terprogram untuk memberikan persepsi
yang berbeda tentang rasa air yang “segar”. Itulah
yang sering menjadi masalah karena minum air
yang rasanya asing bagi lidah lalu dirasakan
sebagai “tidak menghilangkan rasa haus”
walaupun sudah minum banyak. Dan lalu disebut
airnya tidak segar.
Saya pernah mempunyai teman yang tinggal di
pantai dan sering minum air payau. Kalau bikin
kopi dengan air tawar, dia selalu menambahkan
sedikit garam dan menurut dia itulah kopi yang
enak.
Unsur “rasa” pada air bukanlah masalah
kesehatan. Itu lebih ke masalah estetika. Dan rasa
hambar pada air hujan disebabkan karena hampir
tidak adanya partikel yang terlarut.

Badan serasa licin sehabis mandi air hujan:
Penjelasannya ada dalam ilmu kimia: bagaimana
sabun bekerja?
Pertama, molekul sabun bisa dibayangkan sebagai
ular: ada kepala, ada ekor. Kepalanya itu mineral
logam dan ekornya yg panjang itu lemak. Begitu
masuk air, keduanya terpisah. Kepalanya larut
dalam air dan tetapi ekornya tidak larut. Masih
ingat kan, lemak (minyak) yang tidak mau
bercampur dengan air.
Kedua, busa yang kita dapatkan setiap mandi dan
mencuci adalah karena lemak dari sabun yang
membuat ikatan baru dengan mineral kalsium atau
magnesium yang biasanya selalu ada di air tawar.
Begitu busa terbentuk, dia keluar dari dalam air.
Dan terbilas kalau disiram. Jadi ketika kita mandi,
lemak dari sabun yang menempel ke badan, bisa
dengan mudah lepas karena ada mineral kalsium
dari air tawar.
Air hujan tidak mempunyai mineral kalsium itu.
Makanya semua cerita di atas lalu tidak berlaku
lagi.
Celakanya, karena yg kita cari waktu mandi
adalah busa sabun, dengan semangat kita
menggosok lebih banyak sabun di badan, walaupun
busa tidak kunjung terbentuk. Hasilnya, makin
banyak lemak terus menempel dan yang sudah
menempel tidak mau larut dalam air. Frustrasi
berlanjut waktu kita membilas badan. Kita terus
menyiram lebih banyak air hujan tetapi badan kita
tetap saja licin. Kita kehabisan air, menyerah dan
hanya bisa bilang “mandi air hujan kok licin di
badan yah….”
Jadi yang bikin licin badan bukanlah air hujan
tetapi sabun yang kita pakai.
Karenanya kurangi pemakaian sabun saat mandi
air hujan, dan tidak paksakan menggosok sabun
hingga terbentuk busa. Atau jika punya sedikit
kapur sirih, tuangkan seujung sendok kapur sirih
ke dalam air untuk mensuplai kalsium.

Mengolah Air Hujan?
Apakah kita perlu mengolah air yang sudah murni?
Membuat air hujan menjadi berasa air tawar
artinya menambahkan mineral logam ke dalam air
hujan. Ada yang mensiasatinya dengan
menambahkan sedikit garam dapur dan kapur sirih
agar penampilannya serupa air tawar pada
umumnya. Ini cara yang cerdas dan hebat. Tapi ini
juga sebuah upaya yang hanya cari repot dan
tidak perlu. Hanya karena rasanya asing, bukan
berarti air hujan bermasalah.
Jadi, daripada memikirkan cara membuat air hujan
sesegar air tawar, lebih baik membiasakan lidah
dengan rasa baru tersebut.

Sumber : akun FB Aryanto Phan

Tidak ada komentar: