Selasa, 14 Mei 2013

Pupuk Urea/ZA dalam Pembuatan Nata?





Isi blog lama, yang mudah-mudahan masih bisa diambil manfaatnya...
Kejadiannya setahun yang lalu, sekitar bulan Maret 2012 ^_^
Dua pekan yang lalu SC Biologi membuat produk bioteknologi Nata de Coco. Hasilnya memang masih jauh dari harapan. Jangankan hanya dua nampan, home industry yang membuat hingga puluhan nampan saja hanya bisa menghasilkan produk jadi 40% dari semua nampan fermentasi. Ada banyak factor yang mempengaruhi keberhasilan pembuatan nata de coco, antara lain: kebersihan, kelembaban, nutrisi dan kondisi starter Acetobacter xylinium. Intinya adalah keberhasilan itu dipengaruhi oleh seberapa jauh pembuat nata memahami kondisi yang disukai bakteri Acetobacter xylinium. Ia suka dengan kebersihan, suhu yang tidak terlalu dingin/panas, dan senang dengan ketersediaan nutrisi untuknya hidup. 
Unsur Nitrogen dan Karbon sebagai Nutrisi Bakteri
Nah, bukan sedang ingin bercerita tentang percobaan yang dilakukan oleh santri NFBS. Tetapi tentang proses pembuatan nata de coco itu sendiri. Di mana ada factor penting untuk kelangsungan hidup bakteri, yaitu keberadaan nutrisi berupa nitrogen dan karbon. Dari manakah bakteri mendapatkan nitrogen dan karbon untuk kelangsungan hidupnya?
Produsen nata de coco biasanya menggunakan bahan berupa urea atau ZA (ammonium sulfat) dan gula pasir dalam proses pembuatan nata. Urea atau ZA memiliki rumus kimia CO(NH2)2 dan NH4SO4 yang sudah pasti di dalamnya mengandung unsure nitrogen. Sedangkan gula pasir atau sukrosa memiliki rumus kimia C12H22O11 yang sudah pasti di dalamnya mengandung unsure karbon. Maka terjawab sudah dari mana bakteri Acetobacter memperoleh pasokan nitrogen dan karbon.
Amankah Konsumsi Nata?
Akan tetapi tidak berhenti sampai di sini. Mungkin pembaca bertanya-tanya, benarkah produksi nata de coco menggunakan bahan urea dan ZA yang lazim digunakan sebagai pupuk? Apa jadinya jika kita mengkonsumsi panganan tersebut?
Iseng-iseng menjelajah dunia maya, akhirnya kami dapatkan juga…beberapa referensi yang akhirnya menghasikan pada satu kesimpulan bahwa walaupun nata de coco menggunakan urea/ZA pada proses produksinya, nata de coco tetap aman untuk dikonsumsi. Lho?
Ada beberapa asumsi,
Pertama : unsure nitrogen dari pupuk adalah nutrisi bakteri, sehingga pada akhir fermentasi, unsure tersebut telah habis dikonsumsi bakteri.
Bagaimana dengan residunya?  Hal ini memunculkan asumsi kedua
Setelah terbentuk nata de coco, masih ada proses panjang yang dilakukan sebelum nata tersebut diolah menjadi bahan makanan. Yaitu proses pencucian hingga berkali-kali, kemudian perebusan hingga berkali-kali. Sehingga diperoleh hasil nata yang tidak asam dan berwarna jernih. Penulis sendiri pernah melakukan proses tersebut. Jadi, penulis membeli beberapa lembar nata de coco mentah dari home industry, kemudian dilakukan proses pencucian dan perebusan. Karena diselingi dengan kesibukan lainnya, proses pencucian dan perebusan itu baru tuntas setelah 3-4 hari. Jika dilihat secara kasat mata, sangat berbeda nata mentah dengan nata yang sudah dicuci dan direbus. Tekstur dan aromanya juga berbeda. Nata mentah masih keras dan beraroma asam. Sedangkan nata hasil pencucian perebusan kenyal dan tidak asam. Bisa diasumsikan residu yang masih tersisa pada nata telah habis karena proses pencucian dan perebusan.
Pembuatan Nata tanpa Urea/ZA
Di luar dari asumsi-asumsi di atas, ada satu fakta ilmiah yang mungkin sulit untuk diaplikasikan. Yaitu bahwa pembuatan nata de coco tetap dapat dilakukan tanpa menggunakan urea atau ZA. Hal ini karena air kelapa sendiri sudah mengandung protein yang memiliki unsure nitrogen. Namun, bisa dibayangkan, proses fermentasi yang biasanya berlansung 1-2 minggu bisa jadi akan lebih lama lagi karena pasokan nitrogen terbatas dari air kelapa saja. Ada juga yang alternative lain yaitu sumber nitrogen bisa ditambahkan dari air rebusan kedelai atau ampas tahu. Bagaimana jadinya? Wallahua’alam.

Tidak ada komentar: